PENGERTIAN INTELEGENSI DALAM BELAJAR
A.
Konsep Intelegensi/ Kecerdasan
Intelegensi
adalah konsep, dan bukan kata yang menyatakan suatu subtansi, benda atau
sesuatu kekuatan.
Pengertian
inteligensi menurut para ahli
a.
Menurut
Super dan Cites Inteligensi adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungan atau belajar dari pengalaman
b.
Menurut
Garrett Inteligensi setidak-tidaknya mencangkup kemampuan-kemampuan yang
diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta
menggunakan simbol-simbol.
c.
Menurut
Bischof (Psikolog Amerika: 1954) Inteligensi is the ability to solve problems
of all kinds.
d.
Menurut
Edward Lee Thorendike (1913)
Seorang
tokoh psikologi fungsionalisme yang hidup antara tahun 1874- 1949, mengatakan
bahwa inteligensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari
pandangan kebenaran atau fakta.
Dari
beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan inteligensi adalah faktor
internal yang mencangkup keseluruhan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
siswa, untuk menyesuaikan diri pada pembelajaran secara cepat dan efektif.
Adanya
perbedaan tingkat inteligensi antara satu dengan lain orang dipengaruhi oleh
beberapa faktor:
a.
Pembawaan.
Pembawaan diwarnai oleh ciri-ciri dan sifat-sifat dibawa sejak lahir. Batas
kesanggupan seseorang, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu masalah,
pertama-tama ditentukan oleh pembawaanya. Meskipun menerima latihan dan
pendidikan yang sama, namun perbedaan-perbedaan masih tetap ada.
b.
Kematangan.
Setiap organ manusia (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang apabila
masing-masing telah sanggup menjalankan fungsinya dan tingkat kematangan ini
erat hubungannya dengan umur seseorang.
c.
Pembentukan.
Ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
inteligensi. Pembentukan sengaja : latihan dan pendidikan yang diperoleh dari
sekolah. Pembentukan tidak sengaja : didapat dari pengaruh alam sekitar.
d.
Minat
dan pembawaan yang khas. Dalam diri individu terdapat motif-motif yang
mendorong manusia berinteraksi dengan dunia luar, menggunakan dan menyelidiki
dunia luar (manipulate and exploring motives). Dari manipulasi dan eksplorasi
yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbul minat terhadap
sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih bain
dan giat.
e.
Kebebasan.
Kebebasan ini berati kebebasan manusia untuk memilih metode-metode untuk
memecahkan masalah. Disamping bebas memilih metode, juga bebas memilih masalah
sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini minat itu tidak
selamanya menjadi syarat dalam perbuatan inteligensi. Untuk meningkatkan
inteligensi seorang anak, kita tidak dapat berpedoman pada satu factor
diatas.semua faktor diatas bersangkut paut satu sama lain. Inteligensi adalah
masalah total, karena itu keseluruhan pribadi seseorang ikut serta menentukan
dalam perbuatan inteligensi seseorang.
Dari
uraian inteligensi di atas dapat ditarik kesimpulan untuk memperoleh kemampuan
inteligensi terdapat banyak cara untuk mendapatkannya dan cara tersebut akan
dimasukan ke dalam dirinya untuk mendapatkan kemampuan intelek yang tinggi.
B.
Klasifikasi IQ
Kecerdasan atau IQ
(Intelegent Quotient) merupakan score/nilai yang menunjukkan tingkat kecerdasan
seseorang berdasarkan perbandingan dengan sesamanya dalam satu populasi. Untuk
mengetahui level atau tingkatan dimana kondisi IQ seseorang dapat dilihat
dengan melakukan tes Psikotes dengan berbagai macam jenis tes yang tentunya
dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki lisensi untuk mengetes.
Tingkatan-tingkatan IQ seseorang dapat digolongkan pada tingkatan:
a. 70 – 79 : Tingkat IQ rendah atau keterbelakangan mental
b. 80 – 90 : Tingkat IQ rendah yang masih dalam kategori normal (Dull Normal)
c. 91 – 110 : Tingkat IQ normal atau rata-rata
d. 111 – 120 : Tingkat IQ tinggi dalam kategori normal (Bright Normal)
e. 120 – 130 : Tingkat IQ superior
f. 131 : atau lebihTingkat IQ sangat superior atau jenius.
Pada anak-anak di Indonesia pada umumnya memiliki
tingkat kecerdasan pada tingkat normal atau rata-rata meskipun ada juga
anak-anak yang berada pada tingkat kecerdasan superior atau jenius dan juga ada
anak-anak pada tingkatan Dull Normal hingga keterbelakangan mental, tetapi
untuk tingkat ini tidak melebihi dari jumlah anak yang memiliki kecerdasan
normal atau rata-rata.
Pembahasan berfokus pada anak tingkat kecerdasan
Superior, istilah kecerdasan Superior di dalam kamus Psikologi karangan J.P
Chaplin, mendenfenisikan Superior sebagai satu tingkat kemampuan mental umum,
yang dilampaui oleh 15% dari populasi. Pada skala Stanford Binnet, merupakan IQ
yang ekuivalen dengan nilai 120 (1986 :494). Sementara itu, Sutratinah
Tirtonegara (1982: 14), menyatakan bahwa anak anak superior memiliki arti
anak-anak yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi atau superior dalam
bidang akademik dengan skor IQ pada tes intelegensi menunjukkan angka mulai
dari 120 – 129.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan superior tentunya
memiliki karakteristik yang khas, kharakteristik ini merupakan ciri-ciri yang
dimiliki oleh seseorang yang menunjukan perbedaan antara seseorang dengan orang
yang lain. Menurut pendapat ahli, mereka mengemukakan bahwa anak-anak superior
sejak kecil lebih aktif dan lebih menaruh perhatian terhadap lingkungannya.
Walaupun pengecualian-pengecualian selalu ada; misalnya beberapa anak superior
lambat dalam perkembangan motorik (Parker (1975:12)), Sedangkan menurut Vernon
(1977:79) perkembangan fisik dan motorik tidak jelas merupakan tanda dari keunggulan
mental, namun anak-anak yang superior ini sekurang-kurangnya normal dalam
perkembangan fisik dan motorik.
Dapat kita jabarkan beberapa karakteristik dari anak superior;
a. Pada aspek kemampuan berbicaranya, anak-anak superior bias berbicara diusia
yang lebih dini dari pada anak-anak pada umumnya. Perbendaharaan kata-kata yang
luas, cepat menggunakan kalimat-kalimat yang majemuk dan ketepatan dalam
berbicara, minat terhadap kata-kata dan keinginan untuk bereksperimen dengan
kata-kata (antara 1½ - 3 tahun)
b. Memiliki ingatan yang baik. Mulai dua tahun sudah nampak sikap kerja, yaitu
dapat menyelesaikan tugas-tugas yang ditentukan sendiri.
c. Rasa ingin tahu yang dimiliki oleh anak yang berkecerdasan superior
sangatlah tinggi, sering sekali melontarkan pertanyaan-pertanyaan akan sesuatu
yang baru diketahuinya. Hal ini memang akan sedikit merepotkan orang tuanya
karena rasa ingin tahu selalu berimbang dengan banyaknya pertanyaan yang
dilontarkan. Pada umur 3½ tahun sudah ingin membaca dan sering dapat belajar
sendiri dari buku-buku serta mempunyai daya imajinasi yang kuat.
d. Untuk di Sekolah biasanya anak-anak yang memiliki kecerdasan superior ini
sudah biasa menangkap pelajaran dan umumnya juga senang belajar terutama
pelajaran-pelajaran yang menarik selain itu minat dan hobi mereka banyak.
e. Karakteristik berikutnya, mereka senang merencanakan dan mengorganisir,
cenderung menjadi pemimpin dalam bermain ataupun bekerja. Berhubung mereka
lebih cepat dalam berfikir dan bahasa, sering mereka lebih senang bergaul
dengan anak-anak yang lebih tua.
f. Mereka lebih tidak bergantung (independent) dan tahu apa yang diinginkan,
percaya pada diri sendiri. Kadang-kadang bisa keras hati, tidak mudah
melepaskan pendapat mereka.
g. Dalam hubungan dengan orang lain, mereka lebih mudah menjalin komunikasi
meskipun orang tersebut baru dikenalnya, walaupun ada pula yang lebih suka
menyendiri dan tidak mudah bergaul. Mereka peka terhadap perasaan-perasaan orang
lain, dan dalam pemahaman diri (self-insight) mereka juga lebih
maju. Adapun dibeberapa kondisi meraka kesulitan dalam hubungan dengan orang
dewasa ini dapat terjadi dikarenakan anak-anak ini sangat kritis dan mengamati
ketidak konsekuenan dalam perilaku orang dewasa. Mereka juga dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab oleh orang dewasa.
Secara khusus anak-anak yang memiliki kecerdasan superior memiliki
cirri-ciri:
- Memiliki intelegensi di
atas normal, mulai dari 120 dan lebih
- Makin tinggi IQ
nya, semakin baik daya abstraksinya
- Berpikir secara
logis, kritis, rasional dan kreatif
- Perkembangan
mentalnya lebih cepat dari usianya
- Mempunyai prestasi
yang tinggi baik di sekolah, maupun di luar sekolah
- Menunjukkan
kemampuan khusus di atas rata – rata anak normal
- Gemar membaca
- Tidak pernah
mendapat kesulitan dari pelajaran di sekolah. Perkembangan fisik, psiskis,
dan bahasanya lebih pesat dari pada anak normal
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah memiliki
kecerdasan superior atau tidak dapat melalui dua hal:
- Identifikasi
melalui studi kasus yaitu memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang
anak yang diperkirakan superior dari sumber-sumber yang berbeda,
misalnya dari guru, orang tua, teman sebaya atau dari anak itu sendiri.
Untuk itu dapat disusun suatu daftar pertanyaan/ kuesioner atau checklist untuk
diisi masing-masing sumber. Bahan-bahan tersebut dikumpulkan dan
diserahkan pada suatu panitia seleksi atau pada kepala sekolah.
- Menggunakan tes
C.
Konsep Multiple Intelligence
(kemajemukan intelegensi)
Konsep
Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame of Mind:
The Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki
setiap individu yaitu linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani,
musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui delapan jenis
kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam
dirinya. Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan tersebut merupakan
modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan menjadikan mereka sebagai
sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas. Sebelum menerapkan MI
sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi seseorang, perlu kita kenali
atau pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang.
1.
Kecerdasan
Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis kreatif, (b)
suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat hafal nama,
tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang, (e) mengeja
kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f) menikmati
dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa (membaca,
menulis dan berkomunikasi).
2.
Kecerdasan
Matematika-Logis, cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan
cepat di luar kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis,
misalnya mengapa hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d)
mampu menjelaskan masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan
sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki,
berprestasi dalam Matematika dan IPA.
3.
Kecerdasan
Spasial dicirikan antara lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika
menjelaskan sesuatu, (b) mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok
orang atau benda persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau
karya seni lainnya, (e) sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki
atau sejenisnya, (f) suka melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas
kertas atau buku tugas sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar
daripada kata-kata atau uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni.
4.
Kecerdasan
Kinestetik-Jasmani, memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau
mendengarkan sesuatu, (b) aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang,
bersepeda, hiking atau skateboard, (c) perlu menyentuh sesuatu yang sedang
dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik
lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan dalam bidang kerajinan tangan seperti
mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai menirukan gerakan, kebiasaan atau
prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik terhadap jawaban masalah yang
dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai benda kemudian menyusunnya lagi, (i)
berprestasi dalam mata pelajaran olahraga dan yang bersifat kompetitif.
5.
Kecerdasan
Musikal memiliki ciri antara lain: (a) suka memainkan alat musik di rumah atau
di sekolah, (b) mudah mengingat melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar
dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau bersenandung untuk diri sendiri atau
orang lain, (e) mudah mengikuti irama musik, (f) mempunyai suara bagus untuk
bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam mata pelajaran musik.
6.
Kecerdasan
Interpersonal memiliki ciri antara lain: (a) mempunyai banyak teman, (b) suka
bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan tempat tinggalnya, (c) banyak
terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam sekolah, (d) berperan sebagai
penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e) berempati besar terhadap
perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat menikmati pekerjaan mengajari
orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan berperestasi dalam mata pelajaran
ilmu sosial.
7.
Kecerdasan
Intrapersonal memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen
dan kemauan kuat, (b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c)
memiliki rasa percaya diri yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa
lalu, (e) berpikir fokus dan terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak
terlibat dalam hobi atau proyek yang dikerjakan sendiri.
8.
Kecerdasan
Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan akrab pada berbagai hewan
peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka, (c) suka
berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang, (d) menghabiskan
waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam, (e) suka membawa pulang
serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f) berprestasi dalam mata
pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
Keunikan
yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola
informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat
mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk menghasilkan
informasi sesuai yang dibutuhkan.
D.
Usaha Guru Membantu Siswa dalam Belajar Sesuai dengan Potensinya
Menurut
Sagala (2003:12), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,
perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.Proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru
sebagai pemegang peranan utama.
Peran
guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai
pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan
beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar
(learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa
depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya
untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai
prestasi setinggi-tingginya.Berikutinibeberapapendapatmengenaiperanan guru,
yaitusebagai berikut :
Prey katz
menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan
nasihata-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing
dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang
menguasai bahan yang diajarkan.
Havighurts
menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employe) dalam
hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai
kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam
hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan
pengganti orang tua.
James W. Brown,
mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain : menguasai dan
mengembangkan materi pelajaran , merencana dan mempersiapkan pelajaran
sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
Federasi
dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, mengungkapkan bahwa peranan guru di
sekolah, tidak hanya sebagai transmitter dari ide tetapi juga berperan sebagai
transformer dari nilai dan sikap.
Selain
itu, para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran
guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan
dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein
(1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
·
Guru
Sebagai Pendidik
·
Guru
Sebagai Pengajar
·
Guru
Sebagai Pembimbing
·
Guru
Sebagai Pelatih
·
Guru
Sebagai Penasehat
·
Guru
Sebagai Pembaharu (Inovator)
·
Guru
Sebagai Model dan Teladan
·
Guru
Sebagai Peneliti
·
Guru
Sebagai Pendorong Kreatifitas
·
Guru
Sebagai Pembawa Cerita
·
Guru
Sebagai Evaluator
·
Guru
Sebagai Pengawet
Secara
garis besar, peran guru dalam proses belajar mengajar yaitu guru berperan
sebagai :
a.
Guru
sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai
demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Menurut Wina Sanjaya, yang dimaksud dengan peran guru sebagai
demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu
yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan.
b.
Guru
sebagai Manajer (Pengelola Kelas)
Sebagai pengelola, guru berperan
dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap
kondusif untuk terjadinya proses belajar siswa.
c.
Guru
sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena
media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses
belajar-mengajar.Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajaryang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan
prosesbelajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun
suratkabar.
d.
Guru
sebagai Evaluator
Fungsi ini dimaksudkan agar guru
mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai atau belum, dan
apakah materi yang sudah diajarkan sudah cukup tepat. Dengan melakukan
penilaian guru akan dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan
siswa terhadap pelajaran serta keefektifan metode mengajar. Dalam peran ini,
guru menyimpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah
dilakukan.
e.
Guru
sebagai Motivator
Guru dituntut kreatif membangkitkan
motivasi belajar siswa, karena pada hakikatnya aktivitas belajar adalah
aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mental seseorang. Dengan demikian
apabila peserta didik belum siap (secara mental) menerima pelajaran yang akan
disampaikan, maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan
tersebut akan berjalan dengan sia-sia dan tanpa makna. Maka dari itu guru harus
memberikan motivasi kepada siswa agar lebih giat dalam belajar untuk menggapai
cita-cita.
THANK YOU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar